Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Menyembuhkan Gangguan JIn dan Sihir Sesuai Syariat Islam

Cara Mudah Menyembuhkan Gangguan Jin dan Sihir Tanpa Indera Keenam dan Tanpa Ilmu Kesaktian 

Dalam perkembangan ruqyah saat ini, ilmu ruqyah berkembang pesat dan diantara perkembangan itu adalah terjadinya proses adopsi Ilmu Psikologi Terapan Modern. Tentu semua ini dengan harapan akan dapat memaksimalkan proses ruqyah. Perkembangan dan adaptasi ilmu ruqyah mungkin memang sulit dihindari tetapi, peruqyah tetap harus memiliki frame yang jelas, agar proses adaptasi tersebut tidak menyebabkan khazanah ilmu ruqyah menjadi jauh dari sunnah itu sendiri. Karena sebaik baik ilmu adalah apa yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Apa yang berasal dari Beliau berlaku mutlak dan apa yg berasal dari kita, dan siapapun dikemudian hari, adalah nisbi, bisa benar dan bisa salah.

Kehati-hatian dalam ruqyah adalah hal penting karena proses ruqyah dipagari oleh hadits ini

عَنْ عَوْفٍ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قـال : كُنَّا نَرْقِي فِى الْجَـاهِلِيَّةِ، فَقُلْنـَا يـَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى بِذلِكَ ؟ فَقَالَ : أَعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَـأْسَ بِالرُّقَى مَالَمْ يَكُنْ شِرْكـاً (رواه مسلم)
Dari sahabat ‘Auf bin Malik ra dia berkata : Kami dahulu meruqyah di masa Jahiliyyah, maka kami bertanya : “Ya RosuluLLah, bagaimana menurut pendapatmu ?” Beliau menjawab : “Tunjukkan padaku Ruqyah (mantera) kalian itu. Tidak mengapa mantera itu selama tidak mengandung kesyirikan.

Kalimat Nabi diatas adalah frame penting dalam ruqyah. Mengadopsi tanpa filter justru akan menyebabkan kita jatuh pada kesyirikan. Oleh karenanya kita perlu selalu mengkaji apa-apa yang dipelajari dalam ruqyah ini, jika kita dapati sesuatu yang menjauhkan dari sunnah maka kita perlu waspada dan secara sukarela meletakkannya.

Suatu saat ada seorang ibu sedang berupaya ‘membuat’ sang anak menjadi anak penurut dan baik. Beruntung beliau, telah mengikuti training motivasi dan aplikasi ilmu psikologi modern. Salah satu treatment untuk sang anak telah direncanakan, dengan bekal ilmu dari pelatihan tersebut. Apa yang dilakukan ibu ini?

Malam hari, menjelang sang anak tidur, ibu menunggui sang anak hingga mendekati masa tidurnya, kondisi alpha. Disaat itulah beliau membisikkan kata-kata positif :
“ Mama sayang sama kamu, Kamu anak Baik, kamu anak rajin dst”
Keesokan harinya sang anak bangun dengan kondisi fresh, dan nampak perubahan dalam sikap dia pada Ibundanya.
Pause…
Kalimat ibu diatas adalah afirmasi positif, Aplikasi lain dari afirmasi ini misalnya kita mengatakan : Saya Sehat, berulang2.
Perhatikan perbandingan kalimat ini
Saya sehat.Ya Alloh, saya sehat Ya Alloh, jadikan saya sehat

Kalimat 1. pusat perhatian adalah diri sendiri. Cara komunikasi ini seolah, seperti bicara ke bawah sadar saja. Bukan doa. Afrimasi kalimat ini adalah komunikasi ke bawah sadar. Tokoh sentral dalam kalimat ini adalah diri kita sendiri dan sasaran kalimat adalah langsung ke bawah sadar

Kalimat 2. Coba Pejamkan mata dan ucapkan kalimat ke 2 tersebut. Stressing kalimat tersebut tetaplah pada kata “Saya Sehat” meskipun telah ditambah dengan YA Alloh. Pengulangan kalimat ini sepertinya lebih tepat disebut kalimat yang dialamatkan ke bawah sadar. Maka Tokoh sentral dalam kalimat ini adalah diri kita sendiri dan sasarannya adalah bawah sadar

Kalimat 3. Kalimat ini doa, coba ucapkan kalimat ini dengan fokus. Maka kita akan merasakan bahwa penekanan kalimat ini bukan pada Saya Sehat tetapi Jadikan saya sehat. Kalimat ini mirip dg kalimat ke 1 dan 2 tetapi sangat jauh bedanya, karena dalam kalimat ke 3 ini, Tokoh sentral dalam kalimat ini adalah Alloh


Silahkan ucapkan 3 kalimat diatas berulang-ulang maka kita akan tahu bedanya, yaitu subyek yang sedang dituju adalah diri kita sendiri (kalimat 1 dan 2) atau Alloh (kalimat 3).
Kenapa kita perlu mengkaji kalimat sederhana tersebut?

Jika 2 kalimat diatas diucapkan dalam percakapan sehari-hari, bukan dalam konteks pengobatan, mungkin kalimat 1 dan 2 tersebut tidak terlalu penting utk dicermati. Tetapi saat redaksional kalimat tersebut digunakan untuk terapi ruqyah maka kita terikat oleh batasan bahwa ruqyah tidak boleh mengandung kesyirikan.
Persoalannya apakah kalimat 1 dan 2 mengandung kesyirikan????

Sulit untuk memastikannya tetapi perhatikan siapa yang dituju dalam kalimat-kalimat tersebut. Dalam ruqyah kita ingin bahwa Alloh-lah yang selalu terlibat dalam diri kita. Mengedepankan diri sendiri, memfokuskan kalimat pada diri sendiri dan bukan pada Alloh adalah celah yang bisa menjatuhkan pada kesalahan.

Karenanya Nabi pernah berdoa
Wa laa takilna ilaa anfusina thorfata ‘ainin, dan jangan Engkau serahkan (urusan kami) pada diri kami sendiri, meski hanya sekejab mata.
Mari kita lihat afirmasi dalam AL Qur’an, Misalnya :
Istrija: inna lillahi wa inna ilaihi raji’unHasbalah : Hasbunalloh wa ni’mal wakilHauqalah : La haula wa quwwata illa billahAtau kalimat2 dzikir, spt tasbih,tahmid dll

Kalimat-kalimat afirmasi tersebut tidak berfokus pada diri kita sendiri tetapi pada Alloh.
Saat tertimpa musibah, misalnya kalimat kita adalah inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, semua milik Alloh dan kepadaNYA semua dikembalikan. Fokus dan subyek dalam kalimat ini adalah Alloh bukan diri kita.

Saat menghadapi ujian sangat berat,misalnya, kita ucapkan Hasbunalloh wa ni’mal wakil,cukuplah Alloh bagi kami, sebaik-baik penolong. Fokus dan subyek dalam kalimat ini adalah Alloh bukan diri kita.
Oleh karenanya, mungkin, redaksi kalimat dalam sugesti dan afirmasi, lebih tepat menggunakan pendekatan doa, atau dzikir-dzkir yang sudah ada. Mengapa hal ini perlu dilakukan???

Ilustrasinya sebagai berikut:

Setelah ibu tadi memberikan sugesti ke bawah sadar si anak, dengan kalimat Kamu anak Baik, dan besoknya, si anak mengalami perubahan dalam sikap.
Pertanyaannya apakah anak ini menjadi baik dengan kesadaran, dengan akal dan hati? Karena Ilmu kah anak ini berubah? Jawabnya Tidak. Anak ini berubah karena sebab yang tidak kita ketahui, dia tiba-tiba berubah.

Jauh lebih baik jika anak ini berubah karena dia paham hak org tua, paham ttg pahala dan keutamaan birrul walidain. Proses dalam perubahan inilah yang terlewatkan jika kita menterapi anak ini dengan menggunakan sugesti atau afirmasi kalimat ke bawah sadar. Karena perubahan sikap yang diharapkan adalah karena ilum dan iman, ada proses berpikir, ada interaksi akal dan hati di dalamnya. Ini lah proses perubahan yang disebutkan oleh Alloh dalam Al Qur’an Surah Jumuah : 2

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,

Perubahan yang terjadi pada anak, setelah pemberian sugesti ke bawah sadar atau pengulangan afirmasi, tidak melibatkan hati, akal, dan ilmu. Oleh karenanya kita mungkin perlu mengevaluasi model sugesti dan pengulangan afirmasi yang kita gunakan.
Gunakan lah sugeseti atau afirmasi dalam bentuk doa, atau cukupkan diri kita dengan afirmasi yang disebutkan di Al Qur’an, karena kalimat-kalimat tersebut dari Alloh, in syaa Alloh jauh lebih barokah, dan melafalkannya adalah pahala.



Selain itu, sugesti dan afirmasi yang tidak merujuk pada AL Quran dan sunnah, sangat rentan jatuh pada kesalahan, sehingga Nabi berpesan bahwa pada sebagian kalimat terdapat sihir.
(AHMAD – 5429) : Telah menceritakan kepada kami Abu Amir Abdul Malik bin Amr, telah menceritakan kepada kami Zuhair dari Zaid bin Aslam, saya mendengar Ibnu Umar berkata, dua orang laki-laki datang dari sebelah timur, keduanya adalah khatib dijaman Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Dua orang laki-laki itu berdiri kemudian menyampaikan pidato, lalu duduk kembali. Kemudian Tsabit bin Qais -Khathib Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam- tampil, berpidato, kemudian duduk kembali. Orang-orang menjadi terkesima terhadap pidato mereka. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam kontan berdiri dan bersabda: “Wahai sekalian manusia, berbicaralah yang sewajarnya saja, sesungguhya pembicaraan yang berbelit-belit dari setan.” Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya diantara lafadz yang indah terdapat apa yang disebut sihir.”

Kita perlu selalu mawas diri, agar apa yang kita lakukan adalah kebaikan. Sihir  telah mengalami metamorfose seiring dengan perkembangan zaman.
Hadanallohu wa iyyakum ajma’in

Semoga bermanfaat
M.Nadhif Khalyani

0 komentar:

Posting Komentar