Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

JUJUR


Suatu hari seorang pemuda hendak berangkat mengaji, berjalan menyusuri pinggiran sungai. Tanpa sengaja matanya tertumbuk pada buah delima yg mengambang di atas air sungai yg mengalir jernih. Delima itu tampak demikian ranum sehingga menggoda selera Idris Asy-Syafi’i, pemuda tadi. 



Ia kemudian mengulurkan kayu untuk mengambil buah tersebut, kemudian langsung menyantapnya. Ia memang sedang lapar.

Ketika delima itu tinggal setengah, mendadak ia teringat, “Siapakah pemilik delima ini? Pasti ada yg memilikinya, sementara aku belum minta izin untuk memakannya... Waduh, aku telah memakan sesuatu yg bukan hakku. Berarti makanan yg masuk ke alam perutku ini tidak halal bagiku... Ya, Rabbi, maafkan aku...” pemuda itu begitu menyesal. Ia teringat nasihat gurunya bahwa makanan haram yg masuk ke tubuh, atau pakaian tak halal yg membalut badan, dapat menjadi sebab tertolaknya do’a. “Ya Allah, ampuni aku. Bagaimana caraku untuk membersihkan dosaku ini?”
Setelah merenung, akhirnya pemuda itu bertekad mencari pemilik buah delima yg terlanjur ia makan sebagian tadi. “Aku akan meminta keikhlasannya.” 
Setelah berjalan agak lama menyusuri tepian sungai, ia menemukan satu pohon delima yg condong ke sungai. Idris, sang pemuda tadi, mengamati buah ranum yg masih bertengger di pohon itu, kemudian dicocokkan dg delima di tangannya yg tinggal separuh. Ternyata sama persis.
Lantas ia mencari pemilik pohon tersebut. Setelah bertemu rumah pemiliknya, ia mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Si empunya rumah keluar, berdiri di hadapan pemuda Idris.
“Maaf pak, saya kesini bermaksud meminta keikhasan bapak atas kekhilafan yg telah saya lakukan,” kata Idris memulai pembicaraan.
Lelaki setengah baya dg rambut yang mulai memutih itu memandang Idris dg penuh keheranan. 
“Apa gerangan yg membuatmu meminta maaf dan keikhlasan, wahai anak muda. Padahal kita baru pertama kali berjumpa. Saya tidak merasa engkau berbuat salah padaku.”
Lantas Idris menceritakan latar belakang ia datang ke rumah bapak tersebut.
“Subhanallah...!” bapak tua itu terpana dengan cerita Idris. “Baru kali ini aku bertemu dg seorang pemuda yg demikian kuat menjaga dan mencegah dirinya dari perbuatan dosa,” pikir bapak itu.
Melihat bapak tua yang terdiam beberapa saat karena terpesona dg kemuliaan akhlak pemuda ini, Idris justru sangat khawatir, jangan2 pak tua ini tidak mau memaafkannya.
 “Bagaimana pak, bisakah bapak memaafkan dan mengikhkaskan saya?”
Pak tua lantas memberikan jawaban, “Aku mau memaafkanmu, asal kamu mau memenuhi persyaratanku.”
“Saya mau pak, asal bapak memaafkan dan mengikhlaskan saya,” jawab Idris cepat.
“Begini anak muda. Saya punya seorang anak perempuan tunggal yg buta, tuli, bisu  dan lumpuh. Aku berharap kamu mau menikahinya. Itu satu2nya sarat yg kuajukan utk memaafkanmu.”
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Astaghfirullah..!” Idris tersentak kaget mendengar persyaratan tsb. “Bagaimana mungkin, hanya untuk mendapat keikhlasan sebuah delima saya harus menebusnya dg menikahi putri bapak yg cacat segalanya?? Ini tidak adil, pak?” Idris protes atas persyaratan yg sangat memberatkan itu.
“Terserah kamu, anak muda. Memang hanya itu persyaratanku.” Jawab pak tua itu lugas.
Idris terdiam. Keningnya berkerut berfikir keras, matanya terpejam. Tampak rona kesedihan di wajahnya. Setelah merenung beberapa saat, Idris mengangkat wajahnya. Dengan helaan nafas berat dan suara parau, ia berkata, “Baiklah pak, kalau hanya itu satu2nya cara yg membuat bapak mau memaafkan dan mengikhlaskan saya, saya menyanggupinya pak. Saya takut Allah tidak mengampuni kesalahan saya, apabila bapak tidak memaafkan saya...”
Mendengar jawaban Idris, pak tua itu tersenyum bahagia, lantas berkata, “Aku ikhlas memberimu maaf, aku harap kamu pun ikhlas memenuhi persyaratanku.”
“Saya ikhlas, pak,” jawab Idris sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
“Kalau begitu, kupersilahkan kamu melihat calon istrimu dulu,” kata pak tua sembari mengajaknya masuk rumahnya. 
Dengan takut2 dan jantung berdegub, Idris melongokkan kepalanya ke ruang tengah. Di situ dilihatnya seorang gadis yg sangat cantik jelita tengah merenda. Hanya dia seorang, tidak ada yg lain. Lantas ia bertanya ke pak tua, “Pak, saya tidak melihat wanita lain di ruang tengah tadi, kecuali gadis yg tengah merenda.”
Pak tua tersenyum lantas berkata, “Dialah calon istrimu.”
“Masya Allah..! kok bisa begitu? Bukankah tadi bapak bilang, calon istri saya itu buta, tuli, bisu dan lumpuh? Sedang yang di dlm sana seorang wanita yg cantik dan sempurna?” tanya Idris  bingung. Hatinya tambah berdegub kencang. Idris menjadi salah tingkah.
“Begini anak muda... Anak gadisku itu memang buta dari melihat kemaksiatan. Dia juga tuli dari mendengar ghibah/gosip dan omongan yg menimbulkan murka Allah. Dia pun bisu dari pembicaraan yg tidak sopan. Dan lumpuh melangkah ke tempat2 maksiat. Itulah yg kumaksud dengan ‘buta, tuli, bisu dan lumpuh’. Karena itulah, tak ada pemuda yg layak menjadi suaminya kecuali pemuda sepertimu, yg selalu menjaga dirinya dari segala dosa dan kemaksiatan...”
Alhasil, Idris pun dinikahkan dengan puteri pak tua itu, seorang gadis yang sangat cantik jelita dan berakhlak mulia.
Dari pasangan suami isteri yang selalu menjaga diri mereka dari murka Allah ini, lahirlah seorang anak shaleh yang luar biasa, yang ketika berusia 6 tahun telah hafal Al-Qur’an dan ribuan hadits!
Dialah ulama besar Islam, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, atau dikenal dengan nama: IMAM SYAFI’I...
😊❤💕

0 komentar:

Posting Komentar